Minahasa – Aksi penolakan pembangunan perumahan bersubsidi Griya Sea Lestari 5 yang dibangun PT. BML terus berpolemik.
Pembangunan perumahan bersubsidi tersebut merupakan program Pemerintah Pusat yang diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Terpantau hingga saat ini sejumlah oknum kelompok warga yang menolak pembangunan, seakan menghalangi akses jalan desa menuju lokasi tempat pembangunan perumahan.
Adanya aksi penolakan tersebut ternyata menimbulkan keresahan masyarakat sekitar. Bukan tanpa alasan ternyata proses pembangunan perumahan bersubsidi tersebut menyerap tenaga kerja di Desa Sea.
“Kami warga Desa Sea menuntut Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Pusat serta aparat Kepolisian untuk menindak tegas kegiatan sekelompok orang yang menutup akses jalan desa dan telah memberhentikan paksa proses pembangunan perumahan serta telah melakukan pengancaman kepada pekerja. Terlebih kami yang bekerja di PT.BML merasa dirugikan dengan aksi tidak jelas mereka karena proses pembangunan terhenti,” ucap Hendro Kereh warga Desa Sea jaga 1 yang saat ini sedang bekerja di lokasi perumahan.
Lebih lanjut, dengan tidak adanya aktivitas pembangunan sebut Hendro Kereh, mereka juga tidak mendapatkan gaji.
“Sekarang masih masa pandemi cari kerja susah, kini ada lapangan pekerjaan tapi harus terhenti mau makan apa keluarga kami,” kata Hendro Kereh bersama pekerja lain yang merupakan warga Desa Sea Novi Rawung jaga 4, Ryan Tuyuwale jaga 4, Sefry Pitoy jaga 5, Norton Karundeng jaga 1, Frans Dalika, Valens Nayoan jaga 4 pekerja.
Ia menjelaskan bahwa aksi penolakan sekelompok warga ini tidak memiliki landasan karena seluruh pembangunan memiliki izin.
“Waktu rapat dengar pendapat di DPRD Minahasa dan Pemerintah Kabupaten Minahasa sudah mendapatkan hasil bahwa perumahan ini surat dan izin lengkap, baik AMDAL dan surat dari Dinas Kehutanan semua lengkap, seluruh tuduhan tidak ada benar, sekarang mereka menghalangi dengan alasan apa? Sebab kelihatan aksi ini sudah bermuatan politik,” tegas Hendro yang langsung diiyakan Novi Rawung, Ryan Tuyuwale, Sefry Pitoy, Norton Karundeng dan Frans Dalika Pekerja yang masing – masing merupakan warga Desa Sea.
Diketahui juga salah satu tuduhan oknum masyarakat menyatakan bahwa lokasi pembangunan merupakan area hutan.
Sementara itu, Linda Kalesaran warga Desa Sea jaga 1, menyatakan bahwa tuduhan banjir atau air tergenang di wilayah Desa Sea Jaga 1 sudah lama terjadi.
“Kalau tuduhan banjir itu tidak benar, banjir terjadi di Desa Sea jaga 1 itu sudah terjadi sejak lama pada Desember 2017 sedangkan pembangunan PT.BML Februari 2021, kalau berbicara banjir itu karena selokan tidak ada, dahulu ada selokan berukuran hampir besar 2 meter tapi sekarang sudah dibangun fondasi-fondasi dan di jadikan rumah dan rumah-rumah itu ada warga yang menolak pembangunan,” jelasnya.
Secara terpisah Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara Rainer Dondokambey, S.Hut melalui Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan (PPH) Franky Watulingas menyatakan bahwa lokasi pembangunan perumahan bersubsidi dari PT. BML bukan lokasi hutan.
“Berdasarkan hasil overlay data koordinat dengan Peta kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Sulawesi Utara skala 1:250.000 lampiran surat keputusan menteri kehutanan no SK 734.2014 tanggal 2 September 2014 tentang Kawasan hutan dan konservasi perairan Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan bahwa area tersebut tidak masuk dalam kawasan hutan,” jelas Kabid Franky.
Sementara itu saat dihubungi melalui via telpon, Asisten II Pemerintah Kabupaten Minahasa, Ir. Wenny Talumewo menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Minahasa akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang melakukan penolakan.
“Yang jelas Pemerintah Kabupaten Minahasa masih melakukan edukasi-edukasi kepada masyarakat yang menolak, sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman, sosialisasi akan dilaksanakan di aula Desa Sea pada 25 Mei 2021, yang lalu sudah dilakukan tapi tidak semua yang hadir,” tutur Asisten II Pemkab Minahasa.(glen)